Senin, 21 Juli 2008

Morat-Marit di Tubuh Kejaksaan

Kejaksaan baru saja ditampar dengan perbuatan salah satu perbuatan oknumnya. Yang disesalkan lagi, perbuatan tidak pantas itu dilakukan oleh seorang Jaksa Agung Muda. Urip Tri Gunawan, telah meminta uang suap dan menerima uang sebesar 660.000 US Dollar. Sebuah jumlah yang fantastis. Berbagai cercaan menerpa tubuh kejaksaan. Termasuk juga kepada Jaksa Agung Hendarman Supanji. Beliau dituntut untuk mundur karena dianggap tidak mampu untuk mengawasi anak buahnya. Kejaksaan, lembaga yang seharusnya menjunjung tinggi supremasi hukum, ternyata bisa dibeli dengan uang.

Jaksa merupakan profesi yang rawan suap kerena posisi jaksa adalah posisi yang strategis. Jaksa berlaku sebagai penuntut dalam sebuah perkara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Disinilah strategisnya posisi jaksa. Ia bertugas sebagai penuntut dan pelaksana keputusan hakim dalam persidangan. Jaksa disuap agar tuntutan bagi terdakwa tidak terlalu berat.

Kasus suap yang menimpa jaksa agung muda Urip Tri Gunawan menyeret jaksa-jaksa lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Untuk mengatasi perkara-perkara yang ada pada internal kejaksaan, Jaksa Agung Hendarman Supanji melantik 50 jaksa pilihan untuk mengusut kasus yang terjadi pada lembaga kejaksaan sendiri. Kasus yang terjadi di dalam tubuh kejaksaan memang sangat ironis. Lembaga yang seharusnya menegakkan hukum ternyata harus tersangkut masalah hukum. Mereka yang seharusnya menuntut sekarang harus dituntut. Jaksa-jaksa pilihan inilah yang kemudian akan menindak jaksa-jaksa nakal yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang jaksa.

Cara lain yang bisa dilakukan untuk membersihkan kejaksaan dari jaksa-jaksa nakal adalah dengan menempatkan orang-orang baru dalam posisi di kejaksan. Orang-orang baru yang masih bersih dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap tugas yang diembannya. Perlu perombakan besar-besaran di dalam tubuh kejaksaan. Kejaksaan yang ada sekarang ini sudah morat-marit. Terlalu banyak kasus yang terjadi di dalam tubuh kejaksaan. Puncaknya adalah terkuaknya kasus suap yang dilakukan oleh Artalyta Suryani alias Ayin kepada Jaksa BLBI Urip Tri Gunawan.

Menangani kasus korupsi memang terbukti harus dilakukan oleh pihak tersendiri yang independent. Bagaimana tidak? Lembaga Kejaksaan saja, lembaga yang seharusnya mengusut sebuah kasus malah tersangkut oleh kasus korupsi. 22 Juli adalah hari Kejaksaan. 48 tahun sudah lembaga kejaksaan eksis di Indonesia. Kita semua berharap dengan semakin bertambahnya usia kejaksaan, penegakan hukum oleh para jaksa di Indonesia bisa semakin baik. Dengan semakin matangnya kejaksaan di Indonesia, diharapkan sikap-sikap Tri Krama Adhyaksa tidak hanya sebatas pada doktrin saja namun dapat diamalkan oleh seluruh jaksa demi terwujudnya dan demi tegaknya keadilan hukum di Indonesia

Tidak ada komentar: